tumkongreler.com – PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) adalah perusahaan tekstil terkemuka di Indonesia maupun global. Produknya tersohor seantero dunia dan juga sebagai produsen pakaian militer bagi Jerman dan NATO.
Meskipun demikian saat ini Sritex berada di kondisi sulit karena utang yang bejibun bahkan melebihi aset yang dimiliki.
Nah.. ada fakta-fakta dari perusahaan asal Solo yang telah dirangkum oleh CNBC Indonesia Research. Berikut rangkumannya:
Baca : Bos TikTok Blak-blakan Ngaku Bukan Orang China, Ada Apa?
1. Mendapat Notasi Khusus BEI Karena Ekuitas Negatif
Emiten yang memiliki kode SRIL tersebut memiliki notasi khusus dari Bursa Efek Indonesia yaitu “E”. Dalam keterangan BEI, kode “E” berarti laporan keuangan terakhir menunjukkan ekuitas negatif berdasarkan laporan keuangan 2022 Kuartal III.
Ekuitas negatif atau defisit modal adalah kondisi di mana liabilitas lebih besar dari posisi aset yang dimiliki. Kondisi ini membuat perusahaan semakin dekat dengan kebangkrutan.
Selain kode “E”, Sritex juga mendapatkan notasi “M” yakni adanya permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Kemudian “X” yang berarti perusahaan Tercatat memenuhi kriteria Efek Bersifat Ekuitas Dalam Pemantauan Khusus.
2. Defisit Modal Rp8,5 Triliun
Jumlah aset yang dimiliki adalah US$1,04 miliar atau Rp16,17 triliun. Jika dibandingkan dengan total utang bank dan obligasi maka terdapat defisit modal sebesar US$320,82 juta atau setara dengan Rp4,97 triliun.
Jika total aset tersebut dibandingkan dengan jumlah liabilitas maka terjadi defisit modal sebesar Rp8,49 triliun.
Logika sederhana, misalnya perusahaan tersebut membutuhkan likuiditas segera demi membayar utang jatuh tempo. Saat kas tidak mencukupi hal yang bisa dilakukan adalah jual aset.
Nah. dengan kondisi ekuitas negatif, jual aset pun masih tidak mampu menolong perusahaan dari jeratan utang yang terlalu besar dan membutuhkan likuiditas segera.
3. Liabilitas Didominasi Utang Bank dan Obligasi (Berbunga)
Hingga September 2022, total liabilitas SRIL tercatat US$1,6 miliar atau setara dengan Rp24,66 triliun. Jumlah tersebut sama dengan 85,75% dari total liabilitas yang dimiliki per September 2022. Di mana utang didominasi dengan masa jatuh tempo jangka panjang.
Secara rinci utang bank dan obligasi yang dimiliki oleh Sritex adalah sebagai berikut:
– Utang bank jangka pendek senilai US$32,8 juta atau Rp508,47 miliar,
– Utang bank dan obligasi dengan jatuh tempo kurang setahun senilai US$4,05 juta atau Rp62,774 miliar,
– Utang bank dan obligasi jangka panjang senilai US$1,33 miliar atau Rp20,57 triliun.
– Total utang bank dan obligasi adalah US$1,36 miliar atau Rp21,14 triliun.
Baca : Krisis Perbankan Makan Korban Lagi, Wall Street Dibuka Merana
4. Berpotensi Gagal Bayar Utang Jangka Pendek
SRIL memiliki current ratio sebesar 257%, padahal maksimal adalah 100%. Current ratio digunakan untuk mengetahui seberapa sanggup sebuah perusahaan bisa memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Dijelaskan dalam buku Dasar-dasar Memahami Rasio dan Laporan Keuangan oleh Darmawan, current ratio adalah perbandingan antara aktiva lancar dan kewajiban lancar
5. Membukukan Rugi Setara Total Aset pada 2021
Pada 2021 SRIL membukukan rugi yang sangat besar bahkan setara dengan total aset yang dimiliki. Jumlah rugi tersebut sebesar US$1,81 miliar atau Rp16,76 triliun (kurs=Rp15.500/US$). Padahal asetnya sendiri adalah US$1,23 miliar atau Rp19,13 triliun.