tumkongreler.com- Tentara Ukraina dipukul di tiga sisi oleh pasukan Rusia yang mencoba merebut salah satu kota kunci dalam pertempuran, Bakhmut. Kota itu telah menjadi fokus pertempuran terpanjang dan salah satu pertempuran paling berdarah sejak perang dimulai.
Pihak berwenang Ukraina bersikeras bahwa mereka akan terus mencoba untuk menguasai kota meskipun mereka menderita sekitar 100-200 korban per hari. Saat ini, Rusia telah menggempur kota itu dari tiga sisi.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan kepada CNN International dalam sebuah wawancara bahwa mundur dari Bakhmut akan “membuka jalan” bagi pasukan Rusia untuk menyerang kota Kostiantynivka dan Kramatorsk yang dikuasai Ukraina.
Baca : Ngeri! Prabowo Beli ‘Monster Bawah Laut’ Pembawa 18 Torpedo
“Saya harap kita tidak harus pergi, tetapi kita akan melakukannya jika (garis depan) mendatangi kita,” kata Dmytro Yakovensko, seorang dokter yang bekerja di rumah sakit anak di Kramatorsk, kepada The Guardians, Jumat (10/3/2023).
Dorongan Rusia untuk Bakhmut dimulai pada Juli 2022 dan diintensifkan pada musim gugur setelah Moskow memobilisasi ribuan orang. Banyak di antaranya adalah tahanan Rusia yang menandatangani janji kebebasan setelah enam bulan bertugas.
Dari sisi Rusia, pasukan paramiliter pro-Moskow Wagner mengatakan mereka telah menguasai sisi Timur Bakhmut. Pendiri dan kepala Wagner, Evgeny Prigozhin, mengatakan pihaknya sudah mulai menguasai wilayah Bakhmut yang menurutnya, sangat penting bagi mobilisasi transportasi Ukraina.
“Unit PMC Wagner telah menduduki seluruh bagian timur Bakhmut. Segala sesuatu di sebelah timur Sungai Bakhmutka sepenuhnya berada di bawah kendali PMC Wagner,” kata Prigozhin seperti dikutip dari layanan persnya di saluran Telegram yang dilaporkan TASS, Rabu (8/3/2023).
Bakhmut masuk dalam apa yang diklaim Rusia sebagai Republik Rakyat Donetsk (DPR). Moskow telah memasukkannya dalam kedaulatan Rusia dalam sebuah referendum beberapa bulan lalu.
Presiden Rusia Vladimir Putin sendiri bertekad untuk membebaskan DPR serta tetangganya, Republik Rakyat Luhansk (LPR), dari kekuasaan Ukraina. Menurutnya, banyak kelompok ultranasionalis telah melakukan persekusi kepada etnis Rusia, yang mayoritas mendiami wilayah itu, sehingga pengambilalihan keduanya merupakan langkah yang perlu dilakukan.
Namun menurut negara-negara Barat, langkah ini merupakan sesuatu yang ilegal. Barat dan sekutunya juga aktif dalam memberikan bantuan persenjataan bagi Kyiv untuk menahan pengambilalihan yang dilakukan pasukan Rusia.