tumkongreler.com – Pemerintah memutuskan untuk memberikan relaksasi ekspor konsentrat tembaga kepada PT Freeport Indonesia (PTFI). Ternyata tak hanya Freeport, pemerintah juga memberikan relaksasi kepada perusahaan pertambangan tembaga yakni PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT).
Menteri ESDM, Arifin Tasrif mengatakan bahwa izin ekspor tembaga akan diberikan kepada Freeport setelah kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah tepatnya pada 10 Juni 2023.
Baca : Jepang Tebar Subsidi Rayu Pabrik Baterai, RI Bisa Bersaing?
Namun, Arifin mengungkapkan nantinya izin ekspor yang diberikan akan dikenakan nilai administrasi, hal itu diungkapkan mirip dengan denda.
“Administrasi istilahnya, mirip-mirip denda,” ungkap Arifin saat ditanya apakah akan ada denda yang harus dipenuhi jika Freeport menerima izin ekspor tembaga setelah Juni 2023, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (28/4/2023).
Meskipun tak berbicara mengenai relaksasi ekspor untuk PT Amman Mineral Nusa Tenggara, namun Direktur Utama Amman Mineral Nusa Tenggara, Rachmat Makkasau menyatakan bahwa pihaknya mengapresiasi keputusan Presiden RI Joko Widodo untuk memberikan relaksasi kepada Amman Mineral sebagai satu dari dua produsen tembaga untuk tetap bisa mengekspor tembaga selepas Juni 2023.
“Fokus kami saat ini adalah untuk terus melakukan percepatan pembangunan smelter agar bisa segera selesai dengan target melakukan commissioning sesuai dengan target relaksasi yang baru ditetapkan pemerintah.” terang Rachmat Makkasau, Jumat (28/4/2023).
Sebagaimana diketahui, Amman Mineral Nusa Tenggara juga sedang membangun smelter di Batu Hijau, Nusa Tenggara Barat (NTB). Di mana, smelter ini akan menelan investasi senilai US$ 982 juta
Diproyeksikan smelter ini memiliki kapasitas produksi 222.000 ton katoda tembaga. Selain itu, smelter nantinya menghasilkan 17,8 ton emas, 54,7 ton perak dan 830.000 asam sulfat.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menambahkan, pihaknya mempertimbangkan pemberian relaksasi ekspor karena terdampak pandemi Covid-19.
Baca : Jepang Tebar Subsidi Rayu Pabrik Baterai, RI Bisa Bersaing?
“Kita consider apa yang sudah terbangun dari proyeknya, dari komitmennya. Kita consider kendala yang dihadapi pembangunannya. Kan waktu Covid, dia kontraktornya Jepang. Jepang aja berapa tahun aja itu lockdown-nya. Memang pengerjaan engineering-nya agak sulit berprogres. Kalau engineering gak progres, pembelian materi procurement-nya juga nggak berprogres,” jelasnya.
“Kan ada masalah force majeure itu, kan memang pandemi dampaknya begitu kan. Kan virus membahayakan,” ucapnya.