tumkongreler.com – Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup melemah pada perdagangan Selasa (21/2/2023), karena investor cenderung khawatir bahwa bursa saham Amerika Serikat (AS) diprediksi bakal koreksi parah pada Maret mendatang.
Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup melemah 0,21% ke posisi 27.473,1, Hang Seng Hong Kong ambruk 1,71% ke 20.529,49, ASX 200 Australia terkoreksi 0,21% ke 7.336,3, Straits Times Singapura turun tipis 0,06% ke 3.306,86, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir terdepresiasi 0,31% menjadi 6.873,4.
Sedangkan untuk indeks Shanghai Composite China ditutup menguat 0,49% ke 3.306,52 dan KOSPI Korea Selatan naik 0,16% menjadi 2.458,96.
Dari Australia, risalah dari pertemuan bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) mengatakan bahwa kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin (bp) yang dianggap sebagai jeda dalam kenaikan bukanlah pilihan yang tepat.
Baca : Awas Kaget! Ini Ramalan 5 Ekonom Soal Nasib Rupiah di 2023
Anggota RBA telah memperdebatkan antara kenaikan 25 bp dan 50 bp cukup lama, di mana yang terakhir berasal dari kekhawatiran data harga dan upah yang masuk melebihi ekspektasi.
“Kasus untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin mengakui kebutuhan untuk membawa permintaan dan penawaran dalam ekonomi lebih seimbang, sambil mencatat bahwa inflasi diperkirakan akan mencapai puncaknya,” kata risalah tersebut.
Dewan RBA setuju bahwa kenaikan suku bunga lebih lanjut kemungkinan akan diperlukan selama beberapa bulan ke depan untuk memastikan bahwa inflasi kembali ke target dan bahwa periode inflasi tinggi saat ini hanya bersifat sementara.
Masih dari Australia, data awal dari aktivitas manufaktur dan jasa periode Februari 2023 terpantau membaik, di tengah ketidakpastian kondisi global hingga saat ini.
Data flash reading atau data awal dari aktivitas manufaktur yang tergambarkan pada Purchasing Manager’s Index (PMI) periode Februari 2023 versi Judo Bank dilaporkan naik menjadi 50,1, dari sebelumnya pada Januari lalu di angka 50.
Hal ini menandakan bahwa PMI manufaktur Negeri Kanguru masih berada di zona ekspansi bulan ini.
Berkebalikan dengan PMI manufaktur, PMI jasa di Australia pada bulan ini justru masih berada di zona kontraksi, meski sudah cenderung membaik. PMI jasa Australia pada bulan ini naik menjadi 49,2, dari sebelumnya pada bulan lalu di angka 48,6.
Sementara itu dari Jepang, data flash reading PMI manufaktur dan jasa periode Februari 2023 versi Jibun Bank juga telah dirilis pada hari ini. Hasilnya menunjukkan perbedaan, di mana PMI manufaktur Jepang melandai, tetapi PMI jasa Jepang justru membaik.
PMI manufaktur Negeri Sakura pada bulan ini turun menjadi 47,4, dari sebelumnya di angka 48,9 pada Januari 2023, dan masih berada di zona kontraksi.
Sedangkan, PMI jasa Jepang bulan ini naik menjadi 53,6, dari sebelumnya di angka 52,3 pada bulan lalu, dan berada di zona ekspansi.
Indeks PMI mencakup jasa dan manufaktur dan dipandang sebagai ukuran kesehatan ekonomi yang dapat diandalkan. PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawahnya adalah kontraksi sementara di atasnya ekspansi.
Baca : Dengan Transaksi QRIS, Hubungan Indonesia-Tahiland Mesra?
Di lain sisi, pasar cenderung khawatir dengan prediksi dari Bank of America yang mengatakan bahwa indeks S&P 500 di pada awal Maret mendatang yang bisa anjlok 6% ke bawah 3.800-an.
“Hati-hati, penguatan indeks S&P 500 pada 2023 akan lenyap awal bulan depan,” kata Michael Hartnett, kepala ahli strategi investasi Bank of America dalam sebuah catatan kepada nasabah mereka, sebagaimana dikutip Business Insider, Jumat (17/2/2023) lalu.
Hal ini karena bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang jauh dari kata selesai dalam melawan inflasi sehingga potensi tren kenaikan suku bunga acuan akan terus berlanjut.
Goldman Sachs dan Bank of America memperkirakan masih akan ada tiga kenaikan suku bunga lagi masing-masing naik 25 bp.
Selaras dengan Sachs, pasar kini melihat The Fed akan menaikkan suku bunga tiga kali lagi pada Maret, Mei dan Juni masing-masing sebesar 25 bp hingga menjadi 5,25% – 5,5%. Ini artinya pasar melihat suku bunga bisa lebih tinggi dari proyeksi yang diberikan The Fed 5% – 5,25%.
Perkiraan tersebut tak lepas dari ekonomi Negeri Paman Sam yang masih solid dan inflasi Januari yang tumbuh di atas ekspektasi pasar.
Untuk diketahi inflasi AS pada Januari lalu tumbuh 6,4% (year-on-year/yoy). Angka tersebut berada di atas ekspektasi yakni 6,2% (yoy) dan berada jauh dari target The Fed yaitu 2%.
Selain itu AS dilaporkan mampu menyerap 517.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian, jauh lebih tinggi dari sebelumnya yakni 260.000 orang. Tingkat pengangguran pun turun menjadi 3,4% dan merupakan angka terndah sejak Mei 2969.
Kemudian, rata-rata upah per jam masih tumbuh 4,4% (yoy), lebih tinggi dari prediksi 4,3%.
Ekonomi yang solid dipandang menjadi momentum bagus untuk terus menaikkan suku bunga dalam upaya menurukan angka inflasi.