tumkongreler.com- Kemarin, Jumat (24/2/2023) genap satu tahun perang besar-besaran Rusia-Ukraina. Banyak yang dirugikan dari kejadian ini, namun sampai saat ini tampaknya belum ada tanda-tanda perang akan berhenti. Bahkan, eskalasi terancam meluas setelah negara-negara Barat bermanuver untuk membantu Ukraina dan mengecam Rusia.
Terbaru Presiden Rusia Vladimir Putin membekukan perjanjian pembatasan pengembangan senjata nuklir, New START (for Strategic Arms Reduction Treaty) dengan AS. Ini memicu ketakutan akan perang nuklir. Menanggapi hal ini Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyebut keputusan Rusia untuk membekukan keikutsertaannya dalam perjanjian New START itu adalah “kesalahan besar”. Selama perjalanan ke Eropa minggu ini, menegaskan kembali komitmennya ke Ukraina dan mengatakan Moskow “tidak akan pernah” memenangkan perang.
Melansir dari CNBC Internasional, ketegangan geopolitik sudah terlihat sejak seminggu sebelum peringatan 1 tahun perang Rusia-Ukraina. Baik Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden AS Joe Biden telah membuat profil pidato dimana mereka saling mengkritik satu sama lain dan melempar tuduhan atas konflik tersebut.
Baca : Mengharukan, Jack Ma Jauh-jauh ke Australia untuk Orang Ini
Putin menyalahkan Barat atas perang di Ukraina selama pidato kenegaraan pada hari Selasa, (21/2/2023) dan pada kegiatan “pro perang” lainnya pada hari Rabu, (22/2/2023) Putin memimpin massa sambil meneriakkan “Rusia!” mengatakan negara itu berjuang untuk “tanah bersejarah” di Ukraina.
Ia terus keukeuh untuk memutuskan hubungan dengan pihak Barat. Ia justru memperdalam hubungan dengan China pada hari Rabu saat dia menyambut salah satu diplomat handal dari Beijing ke Moskow. Kedekatan Rusia dengan China semakin terlihat menjelang kunjungan yang direncanakan oleh Presiden Xi Jinping ke Rusia musim semi ini.
Ketua Grup Eurasia Cliff Kupchan kepada CNBC Internasional “Squawk Box Asia” mengatakan Perang Rusia-Ukraina ditandai dengan kekurangan amunisi. Ia menaruh fokus pada China yang dinilainya memberikan amunisi yang tidak dimiliki Rusia. Sementara itu, “perhatian utama” pemerintah AS adalah mendapatkan lebih banyak amunisi untuk Ukraina, yang hampir habis, kata Kupchan.
“Saya tidak berpikir kedua belah pihak memiliki keunggulan struktural, karena keduanya sama-sama terluka parah,” katanya.
Mengutip dari Reuters, di lain sisi, pihak Ukraina yakni Presiden Volodymyr Zelenskyy menyambut baik pertemuan dengan China meskipun dia merasa belum melihat rencana China untuk mengakhiri perang Rusia di Ukraina. Zelensyy paham betul China adalah sekutu dekat Rusia.
Hingga dia cukup hati-hati merespon pernyataan China yang mengatakan mereka akan menentukan posisi untuk menyelesaikan konflik Ukraina melalui cara politik dalam sebuah dokumen yang akan mempertimbangkan integritas teritorial, kedaulatan, dan masalah keamanan.
Kendati demikian, saat ditanyakan terkait prospek pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping, Zelensky mengatakan dalam jumpa pers di Kyiv: “Kami ingin bertemu dengan China.”
“Ini untuk kepentingan Ukraina hari ini,” lanjutnya dalam pengarahan bersama dengan Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez yang berkunjung.
Pernyataan tegas soal kegagalan Rusia bahkan disampaikan oleh Menteri Keuangan AS Janet Yellen yang menyebut invasi Putin ke Ukraina telah gagal.
“Satu tahun kemudian, perang Putin menjadi kegagalan strategis bagi Kremlin. Ukraina masih berdiri. Dan NATO dan koalisi global kami bersatu di belakangnya, ” ujar Yellen saat konferensi pers di Bengaluru, India, di mana dia berpartisipasi dalam pertemuan bilateral dengan Menteri Keuangan India Nirmala Sitharaman, dikutip dari CNBC Internasional, Sabtu (25/2/2023).
Lebih lanjut ia memuji bentuk perlawanan Ukraina terhadap militer Rusia dan menegaskan kembali komitmen keuangan pemerintah AS untuk membantu Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dalam membela negara.
“Bantuan militer kami mencakup senjata pertahanan utama yang diminta Ukraina, seperti sistem pertahanan rudal Patriot,” ujar Yellen.
“Dan bantuan ekonomi kami memungkinkan perlawanan Ukraina dengan mendukung untuk dalam negeri, seperti mendanai layanan publik yang kritis dan membantu menjalankan pemerintahan. Dalam beberapa bulan mendatang, kami berharap dapat memberikan sekitar US$ 10 miliar dukungan ekonomi tambahan untuk Ukraina,” lanjutnya. Yellen mengatakan AS telah memberikan lebih dari US$ 46 miliar bantuan keamanan, ekonomi, dan kemanusiaan.