tumkongreler.com – Hubungan Amerika Serikat (AS)-China masuk babak baru. Kedua negara terlibat perang teknologi, termasuk dalam pengembangan Artificial Intelligence (AI).
Sejumlah perusahaan asal AS, seperti Google dan Microsoft, tengah mengembangkan teknologi AI. Sejalan dengan itu, pemerintah AS juga menjegal China untuk berkembang, misalnya terkait pembatasan ekspor semikonduktor.
Tapi sejumlah analis meramalkan China bisa mengejar ketertinggalan. Karena pengembangan AI butuh waktu cukup lama untuk menjadi sempurna.
“[Perusahaan internet China] dapat dikatakan lebih maju dari perusahaan asal AS, tergantung cara Anda mengukur kemajuan,” ungkap kepala penelitian kebijakan teknologi di Trivium China, Kendra Schaefer, dikutip dari BBC, Kamis (25/5/2023).
Baca : Krisis Inggris Makin Ngeri, Inflasi Tinggi Picu ‘Wabah’ Baru
Namun dia mencatat kemampuan produksi China masih tertinggal dari negara lain.
“Kemampuan China memproduksi peralatan dan komponen kelas atas kemungkinan 10-15 tahun di belakang para pemimpin global,” ucapnya.
Masalah lainnya adalah pemerintah yang otoriter. Menjadi pertanyaan nasib pengembangan chatbot jika Beijing masih melakukan sensor?
Mitra Race Capital, Edith Yeung menjelaskan masyarakat China tidak akan mengajukan pertanyaan sensitif di platform seperti Baidu atau Ernie. Sebab mereka tahu pertanyaannya disensor.
Di sisi lain, lingkungan AS pun mendukung mengembangkan AI. Salah satunya adalah Sillicon Valley, tempat lahir banyak raksasa teknologi dunia. Selain itu ada para peneliti yang menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mengembangkan teknologi.
Baca : Simak! Gini Ternyata Beda Tembakau Indonesia & Negara Lain
Contoh nyatanya berasal dari OpenAI, perusahaan di balik ChatGPT. OpenAI menjadi perusahaan non-profit selama bertahun-tahun karena melakukan penelitian model machine learning.
Lingkungan tersebut sayangnya tidak ada di China. Direktur Riset AI di Hongkong University of Science and Technology, Pascale Fung mengatakan banyak perusahaan negara tersebut baru akan membangun sistem setelah populer.
“Ini jadi tantangan mendasar untuk AI China,” ungkap Fung.