tumkongreler.com – Upaya Indonesia menarik investor untuk membangun pabrik baterai dan semikonduktor makin berat. Kali ini, giliran Jepang yang menggelontorkan subsidi hingga Rp 26,4 triliun untuk merayu penanam modal.
Menteri Industri Jepang Yasutoshi Nishimura mengatakan bahwa Jepang menyediakan subsidi sampai US$ 1,8 miliar (Rp 26,4 triliun) untuk proyek baterai dan chip untuk memperkuat jaringan rantai pasok di negara tersebut.
Baca : HP China Dulu Dihina Kini Raja Dunia, Ini Resep Rahasianya
Subsidi senilai 184,6 miliar yen (US$ 1,38 miliar) dikucurkan untuk proyek terkait baterai dan 56,4 miliar yen untuk dua proyek semikonduktor.
Salah satu proyek menerima subsidi adalah rencana perusahaan otomotif Honda dan produsen baterai GS Yuasa untuk menanamkan modal 430 miliar yen, yang 158,7 miliar yen di antaranya dalam bentuk subsidi pemerintah.
“Kami punya harapan yang besar ini akan memperkuat stabilitas pasokan baterai dan mempromosikan GX [transformasi hijau], “kata NIshimura dikutip dari CNBC International, Jumat (28/4/2023).
Honda, GS Yuasa, dan Blue Energy menyatakan pabrik baterai mereka ditargetkan mulai berproduksi pada April 2027 dan beroperasi penuh pada Oktober 2027.
Perwakilan tiga perusahaan tersebut mengungkapkan bahwa pabrik baru tersebut didesain untuk menghasilkan 20 gigawatt per jam, tetapi tidak memberikan rencana lokasi pabrik dan detail lain.
“Kami ingin merespons permintaan baterai dari pasar Jepang yang sangat beragam, kebanyakan untuk mobil bertenaga baterai,” kata CEO Honda Toshihiro Mibe.
Subsidi besar-besaran dari Jepang membuat kompetisi memperebutkan posisi dalam rantai pasok industri kendaraan listrik global.
Indonesia, misalnya, gencar membujuk Tesla untuk membangun fasilitas produksi baterai di tanah air. Namun, sampai saat ini belum ada kepastian soal investasi perusahaan milik Elon Musk tersebut.
Baca : PM Kanada Trudeau Ungkap ada ‘Kerja Paksa’ di China
Di sisi lain, Vietnam justru memilih terjun sendiri ke industri mobil listrik. Perusahaan asal negara tersebut, VinFast dikabarkan mendapatkan suntikan modal US$ 2,5 miliar yang rencananya digunakan untuk merayu konsumen Amerika Serikat membeli mobil listrik produksinya.
VinFast adalah bagian dari grup konglomerat Vingroup. Pendiri Vingroup Pham Nhat Vuong bahkan rela mengucurkan dana milik pribadi ke Vinfast.