tumkongreler.com-Terbukti banyak produsen yang ingin keluar dari wilayah Jabodetabek. Upah minimum yang lebih tinggi dari daerah lain juga berarti harga yang lebih rendah. Ketua Gabungan Industri (HKI) Sanny Iskandar mengatakan, hal itu merupakan proses alami, terutama pada industri seperti tekstil, pakaian, furnitur, alas kaki, dan kerajinan. Ini adalah perusahaan yang membutuhkan banyak pekerja. Meski belum bisa mengungkapkan berapa jumlahnya.
“Mereka yang membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah besar akan memilih tempat dengan upah minimum yang rendah. Hal ini tidak baru baru-baru ini. Ini terjadi bertahun-tahun yang lalu, tapi mungkin saat itu belum ada waktu untuk memindahkan pohonnya,” kata Sanny kepada CNBC Indonesia, Jumat (12/9/2022).
Baca:Korban Tewas Ledakan Tambang Batu Bara di Sawahlunto 10 Orang
Namun hal tersebut tidak menjadi masalah, karena pabrik selalu diserahkan ke wilayah Indonesia. Ini bagus untuk pemerataan ekonomi. Selain itu, masalah integrasi, lanjut Sanny, tidak lagi menjadi kendala karena sudah banyak saluran distribusi seperti akses dana sehingga tidak mempersulit kerja para pelaku perusahaan.
Oleh karena itu, daerah seperti Jawa Tengah menjadi daerah sasaran bagi perusahaan yang aktif. Mencari tanah murah untuk menurunkan UMR di Jabodetabek.
“Harga pabrik juga normal, jadi tidak perlu bicara pabrik untuk rumah yang juga sangat mahal. Karena itu, harga lahan industri di Jakarta justru lebih tinggi dari daerah sekitarnya,” ujarnya.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengungkapkan 97 perusahaan telah pindah kantor ke Jawa Tengah. Dia mencontohkan seperti PT HWI dan Kabupaten Pati yang memindahkan fasilitas industri dan manufaktur ke Jawa Tengah karena kondisi cuaca yang mendukung. “Rekor saya ada 97 perusahaan pindah ke sini, dari satu perusahaan kita pindah ke Pati. Banyak perusahaan dari tempat lain yang mengurangi jam kerja, tapi kita tetap stabil. jadi kami akan membawa itu ke publik. ayo hati-hati terus berkarya,” kata Ganjar mengutip laman Pemprov Jateng.
Sanny mengungkapkan, meski banyak pabrikan yang bersedia mempertimbangkan relokasi, ibu kota dan sekitarnya sudah tidak cocok lagi menjadi perusahaan. Dia memberi contoh bahwa industri dengan pendapatan tinggi seperti mobil, elektronik akan bertahan. Demikian pula pusat data juga akan dibangun di kawasan ini.
“Permintaan digitalisasi kembali meluas, akibatnya kebutuhan data center ini meningkat,” ujar Sanny. Ia juga menjelaskan bahwa pada akhirnya segala sesuatu akan bergantung pada pemerataan dan perubahan ruang. Misalnya, perusahaan yang memproduksi sumber daya alam akan berlokasi di luar Jawa karena lokasi pertambangan dan operasi perusahaan mencari yang murah.