tumkongreler.com – Bursa Asia-Pasifik dibuka bergairah pada perdagangan Rabu (15/3/2023), mengikuti pergerakan bursa saham Amerika Serikat (AS) yang juga berhasil menghijau setelah beberapa hari sebelumnya terkoreksi parah karena terdampak dari krisis Silicon Valley Bank (SVB).
Indeks Nikkei 225 Jepang dibuka menguat 0,66%, Hang Seng Hong Kong melejit 1,9%, Shanghai Composite China bertambah 0,53%, Straits Times Singapura melesat 1,33%, ASX 200 Australia terapresiasi 0,79%, dan KOSPI Korea Selatan melonjak 1,3%.
Baca : ‘Keajaiban’ Satukan Huy Quan & Indiana Jones di Ajang Oscar
Dari Jepang, pejabat bank sentral (Bank of Japan/BoJ) memperdebatkan kelayakan terkait kontrol kurva imbal hasil (yield curve control/YCC) obligasi Jepang dengan salah satu anggota mengatakan harus menjaga “berbagai opsi dalam pikiran” pada arah kebijakan moneter di masa depan.
Sembilan anggota dewan BoJ menyimpulkan bahwa masih terlalu dini untuk keluar dari kebijakan moneter ultra-longgar saat ini dengan inflasi yang belum mencapai target 2% secara berkelanjutan.
Tetapi, banyak anggota dewan mengatakan distorsi dalam kurva imbal hasil, yang sebagian disebabkan oleh pembelian obligasi agresif BoJ untuk mempertahankan batas imbal hasil, belum diperbaiki, menggarisbawahi kekhawatiran mereka atas meningkatnya biaya pelonggaran moneter yang berkepanjangan.
“Di beberapa titik di masa depan, BoJ harus melakukan pemeriksaan terhadap kebijakannya untuk menentukan keseimbangan manfaat dan biayanya. Untuk saat ini, bagaimanapun, adalah tepat untuk mempertahankan pelonggaran moneter,” kata salah satu anggota.
“BoJ harus mengingat berbagai opsi dalam memandu kebijakan moneter. Tetapi dengan ekonomi luar negeri yang melambat sekarang, tidak tepat untuk terburu-buru keluar dari kebijakan ultra-longgar,” kata anggota dewan lainnya.
Pada pertemuan Januari lalu, BoJ mempertahankan suku bunga yang sangat rendah, termasuk batas imbal hasil obligasi yang sulit dipertahankan, menentang ekspektasi pasar bahwa BOJ akan menghentikan program stimulus besar-besaran di tengah meningkatnya tekanan inflasi.
Sementara itu dari China, beberapa data ekonomi akan dirilis pada hari ini dan investor akan memantaunya untuk acuan apakah perekonomian China sudah benar-benar pulih.
Adapun data ekonomi China yang akan dirilis pada hari ini yakni data produksi industri, penjualan ritel, dan tingkat pengangguran.
Bursa Asia-Pasifik pada pagi hari ini cenderung mengikuti pergerakan bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street yang berhasil rebound ke zona hijau, setelah beberapa hari sebelumnya terkoreksi parah karena terdampak dari krisis SVB.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melesat 1,06%, S&P 500 melonjak 1,68%, dan Nasdaq Composite melejit 2,14%.
Kebangkitan bursa Wall Street menjadi kabar gembira setelah bursa hancur lebur pada akhir pekan lalu dan mayoritas ambruk pada Senin lalu.
Meredanya kekhawatiran pasar mengenai krisis SVB dan Signature Bank, aksi barian buying, serta melandainya inflasi AS pada Februari menjadi penopang positif bagi pergerakan Wall Street.
Berbeda dengan hari sebelumnya, banyak saham perbankan yang diborong investor. Mereka mulai memburunya karena harganya sudah tergolong cukup murah.
Di lain sisi, meredanya gejolak di bursa AS juga ditopang tingkat inflasi yang melandai. Departemen Tenaga Kerja AS pada Selasa malam waktu Indonesia mengumumkan bahwa inflasi AS mencapai 0,4% (month-to-month/mtm) pada Februari 2023.
Baca : Prabowo Beli ‘Burung Tempur’ Prancis, Punya Rudal Mematikan!
Inflasi melandai tipis dibandingkan pada Januari 2023 yang tercatat 0,5%.
Secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi menembus 6% pada bulan lalu atau melandai dibandingkan 6,4% pada Januari 2023. Inflasi pada Februari tahun ini adalah yang terendah sejak September 2021.
Sementara itu, inflasi inti masih sangat tinggi yakni 5,5% (yoy) pada Februari 2023. Inflasi inti hanya turun tipis dibandingkan pada Januari yang tercatat 5,6%.
Inflasi akan menjadi pertimbangan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menentukan kebijakan suku bunga pada 21-22 Maret mendatang.
Dengan inflasi yang melandai dan adanya krisis SVB, pelaku pasar kini meyakini jika The Fed tidak akan agresif lagi. The Fed diperkirakan hanya akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bp).