tumkongreler.com- Perusahaan minyak Amerika Serikat (AS) Chevron Corp menyepakati langkah bisnis untuk menjual asetnya di Myanmar kepada perusahaan Kanada MTI. Dengan kesepakatan ini, perusahaan akan resmi meninggalkan negara Asia itu.
Kesepakatan itu terjadi satu tahun setelah Chevron dan perusahaan minyak lainnya memutuskan untuk meninggalkan Myanmar, menyusul kudeta militer pada 2021. Chevron mengutuk pelanggaran hak asasi manusia di negara itu.
Dikutip dari Reuters, Kementerian Komunikasi Myanmar tidak segera menanggapi permintaan komentar mengenai hengkangnya perusahaan minyak asal AS tersebut.
Baca:Dunia Bisa Pusing! Putin Pangkas Produksi Minyak Gila-gilaan
Chevron, pada hari Jumat (10/2/2023), mengatakan telah setuju untuk menjual asetnya di Proyek Yadana ke anak perusahaan MTI.
Perusahaan diketahui memiliki saham 41,1 persen di proyek tersebut. Yadana memproduksi gas alam untuk keperluan rumah tangga dan produksinya diekspor ke Thailand. Produsen minyak Prancis TotalEnergies sebelumnya menjual asetnya dan meninggalkan negara itu pada Juli 2022.
Penjualan aset ini sesuai dengan strategi bisnis yang telah diterapkan selama setahun.
Chevron bahkan diketahui mengurangi hasil penjualan yang tentunya akan dinikmati oleh pemerintahan militer. Pasalnya perusahaan minyak yang dikendalikan negara, MOGE, adalah bagian dari usaha patungan di proyek Yadana.
Sebelum menjual saham Yadana, Chevron untuk sementara meningkatkan partisipasi sahamnya dalam proyek tersebut dari 28 persen menjadi 41 persen dari TotalEnergies.
Strategi tersebut bertujuan untuk mendapatkan kendali yang lebih besar atas usaha patungan, dan mengurangi apa yang dapat dihasilkan MOGE dari transaksi atau dari aset di masa mendatang.
Pemerintah militer mengambil alih kekuasaan pada tahun 2021, menuduh adanya kecurangan dalam pemilihan umum yang dimenangkan oleh partai peraih Nobel Aung San Suu Kyi.