tumkongreler.com- Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey mengungkapkan sampai dengan saat ini peritel masih belum mendapatkan pencairan uang selisih rafaksi minyak goreng satu harga oleh pemerintah. Roy mengungkapkan, total selisih rafaksi minyak goreng tersebut adalah sebesar Rp 345 miliar.
Baca:Gempa Turki Jadi Bencana Terburuk di Eropa dalam 100 Tahun
“Kita belum ada kepastian pembayaran selisih harga ketika kita beli lebih mahal dan kita harus jual lebih murah harga yang terjangkau Rp 14 ribu satu harga itu. Sampai hari ini kita belum ada kepastian untuk pembayarannya kapan dan gimana,” kata Roy saat ditemui wartawan di Gedung DPR, Selasa (14/2/2023).
Ia juga mengatakan bahwa pihaknya juga tidak pernah diberitahu secara resmi sudah sampai di mana proses pencairan uangnya. Roy mengaku selama ini peritel hanya mendengar kabar burung saja terkait pencairan selisih rafaksi minyak goreng satu harga oleh pemerintah.
“Prosesnya juga kita nggak diberitahu sampai di mana secara resmi, kita hanya dengar-dengar saja, lagi di sini, lagi di sana, lagi di situ,” ujarnya.
Oleh karena itu, Roy mewakili peritel seluruh Indonesia meminta kepastian dari DPR, pemerintah, dan khususnya Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk segera memberikan kepastian terkait bagaimana proses pencairan selisih rafaksi minyak goreng tersebut.
“Karena ini dapat mengakibatkan ketidakpercayaan investor kami terhadap fairness dari pemerintah, mestinya fair ya, utang tetap utang, bayar tetap bayar, prosesnya dikasih tahu, kapan rencana dibayarkan harus dikasih tau, kan begitu kalau hutang,” tuturnya.
“Itu sangat mengganggu bagi investor kita, domestik maupun internasional. Sudah setahun lebih, itu mengganggu kepercayaan investor,” tambah Roy.
Selain itu, Roy mengatakan dengan adanya ketidakpastian ini juga bisa menimbulkan sikap apriori di kalangan peritel terhadap penugasan dari pemerintah.
“Kita sudah komit, kita sudah memenuhi kewajiban, tapi hak kita nggak dipenuhin. Nah ini bisa menimbulkan sikap apriori dalam melanjutkan fungsi atau tugas penugasan yang dilakukan pemerintah dalam kaitan penyaluran bahan pokok, HET (harga eceran tertinggi), dan lain sebagainya,” pungkasnya.