tumkongreler.com – Lumpur Lapindo, Sidoarjo, Jawa Timur ternyata terdeteksi mengandung mineral kritis berupa lithium dan stronsium. Seperti diketahui, lithium merupakan salah satu bahan baku penting dalam komponen katoda baterai kendaraan listrik.
Bila ini digali lebih lanjut, maka ini bisa saja mendukung cita-cita RI menjadi raja baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/ EV).
Melihat potensi itu, Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)/ Founder National Battery Research Indonesia (NBRI) Prof. Evvy Kartini menilai Indonesia perlu menindaklanjuti temuan ‘harta karun super langka’ tersebut.
“Harus diproses (lithium di Lumpur Lapindo),” tegas Evvy kepada CNBC Indonesia dalam Mining Zone, dikutip Rabu (22/2/2023).
Menurutnya, potensi lithium di Lumpur Lapindo ini perlu dieksplorasi lebih lanjut agar terbukti berapa besar kandungan lithiumnya dan apakah potensi tersebut memungkinkan atau ekonomis untuk dikembangkan dalam skala besar.
Baca : Ancaman Terbesar Abad Ini, Setahun 22 Ribu Nyawa Melayang!
“Kalau kita lihat kandungannya (lithium) yang hanya 90-200 PPM, pertanyaan kami, mungkin itu harus ada studi lanjut yang pertama apakah pada penelitian tersebut sudah dilihat perataannya di semua area,” ujarnya.
Dia mengatakan, masih ada beberapa tahapan penelitian salah satunya adalah pemerataan area penelitian Lumpur Lapindo. Kemudian dia melanjutkan bahwa harus ada minimal 100 sampel penelitian di titik yang berbeda di area Lumpur Lapindo.
“Yang pertama tadi kita lihat tadi rataannya apakah di semua sumbernya ada? Yang kedua apakah memang kandungannya seperti itu atau kurang atau lebih. Kan kita belum tahu. Kalau di peneliti itu lebih harus 100 sampel minimum kita dapat,” tambahnya.
Lebih lanjut, Evvy mengatakan setelah memang kandungan yang ditemukan sudah dipastikan, maka masih ada penelitian lebih lanjut untuk jenis lithium tersebut apakah memang bisa digunakan dalam pembuatan baterai EV.
“Kemudian apakah reproducibility-nya, keberulangannya. Setelah itu mungkin kita baru tahap selanjutnya di risetnya. Ketika kita dapat kandungan lithiumnya, kandungan lithium itu tidak bisa serta merta kita gunakan. Karena lithium itu tidak bisa berdiri sendiri sebagai elemen, dia itu bentuknya dalam composite misalnya,” jelas Evvy.
Baca : AirAsia “Kegendutan” Utang, Sahamnya Tak Bisa Terbang!
Di sisi lain, dirinya pun meyakini bahwa potensi lithium kemungkinan tidak hanya di Lumpur Lapindo, namun juga ada kemungkinan berada di daerah lainnya. Evvy mengatakan bahwa kandungan lithium bisa ditemukan pada brine water yang merupakan air dengan larutan garam jenuh.
“Menurut saya jadi tidak hanya Lapindo. Jadi rekan kami dari BRIN juga menyelidiki dari brine water, kita sebenarnya dari air laut juga mengandung lithium tapi lithium itu dissolve,” jelasnya.
Selain itu, kandungan lithium juga biasa ditemukan pada daerah yang memiliki panas bumi atau geothermal. Evvy mengatakan bahwa lithium merupakan kandungan yang tidak bisa berdiri sendiri.
“Kemudian dari geothermal juga, kita kan banyak nih identitas dari sumber air panas gunung gitu ya, itu juga bisa menjadi sumber dari lithium juga, batuan sedimen itu juga ada mungkin ada di Indonesia kita juga ada banyak granit. Jadi itu potensi yang harus digali,” tambahnya.
Dengan begitu, dia menilai bahwa kandungan lithium di Indonesia bisa dicari di berbagai sumber dan tidak hanya berada di Lumpur Lapindo.
“Jadi kita nggak melulu dari Lapindo, ya memang kalau semuanya menurut saya, kalau itu kita petakan ya, jadi betul-betul government ini meriset lithium whatever the source. Ini yang mungkin saya kira bagus, jadi yang mana paling feasible yang mungkin ekonomis, dan sebagainya,” tandasnya.
Sebelumnya, Pemerintah dalam hal ini Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan sedang mencari bahan baku pendukung pembuat baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) yakni Lithium. Pencarian Lithium untuk mendorong Indonesia menjadi ‘raja’ baterai dunia disamping Indonesia yang memiliki cadangan nikel dunia.
Luhut mengakui bahwa Indonesia belum bisa menjadi raja baterai listrik dunia untuk saat ini. Pasalnya, Indonesia belum mempunyai Lithium yang merupakan bahan baku utama dalam pembuatan baterai kendaraan listrik.
Hal tersebut ia sampaikan saat bertemu dengan para pengusaha Lithium di Australia. Pertemuan tersebut dijembatani antara Australia Indonesia Business Council bersama KJRI Perth.
Menurut Luhut, meskipun Indonesia saat ini dianugerahi dengan kekayaan sumber daya nikel yang cukup besar, namun hal tersebut belum cukup menjadikan negara ini sebagai raja baterai kendaraan listrik dunia.
“Ini belum mampu menjadikan kita sebagai raja baterai kendaraan listrik dunia karena kita tidak punya Lithium yang notabene menjadi bahan utama pengembangan industri baterai EV,” ujar Luhut dikutip dalam akun Instagram pribadinya, Senin (2/13/2023).
Baca : Waduh, Inggris Mulai Dilanda Krisis Baru
Ia menilai Australia merupakan kandidat terbaik dan partner potensial bagi Indonesia untuk mengembangkan Industri baterai EV ke depan. Apalagi, setengah dari lithium dunia berada di Negeri Kanguru.
Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia perlu mendapatkan kepercayaan agar bisa bekerja sama dengan salah satu raksasa Lithium dunia, dengan mempertimbangkan beberapa kemudahan kebijakan yang akan pemerintah Indonesia berikan. Namun, tetap dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab terhadap dampak lingkungan.