tumkongreler.com – Ekonom Senior Raden Pardede mengungkapkan fenomena gagal bayar utang atau default di Amerika Serikat (AS) bak ubahnya seperti déjà vu, karena kejadian serupa pernah terjadi pada 2011.
Para investor yang sering memburu surat utang AS pun tak luput terkena dampak dari adanya default Negeri Paman Sam tersebut. Kendati demikian, para investor hanya lari sementara dan kemudian kembali lagi pasar uang AS mengincar cuan.
Baca : Jokowi Nyaris Makan Formalin, Sandi Uno Beberkan Penyebabnya
Sebab, kata Raden, secara historis, meskipun negara adidaya itu sudah 78 kali menaikkan tingkat pembiayaan utang, pada akhirnya otoritas setempat dengan mudah mengeluarkan surat utangnya lagi. Sehingga mereka tidak pernah tersangkut gagal bayar utang.
“Jadi mereka (AS) tidak akan default, karena membayar utang dengan mencari utang lagi. Jadi, sudah seperti gali lubang, tutup lubang,” jelas Raden Pardede kepada CNBC Indonesia dalam Program Squawk Box, Kamis (27/4/2023).
Menurut Raden, investor biasanya hanya keluar sesaat dari pasar keuangan AS dan kemudian akan kembali lagi. Para investor kemudian masih akan memburu surat utang yang dikeluarkan oleh AS.
“Selama masyarakat dunia, investor percaya terhadap AS seperti yang terjadi selama ini, jadi hal itu tidak masalah (terjadinya gagal bayar utang). Bahwa utang semakin besar iya. Namun, semua penduduk di dunia, investor di dunia masih percaya pemerintah AS,” ujarnya.
“Jadi persoalan mereka (AS), tidak akan mampu bayar, mereka mampu bayar dengan cetak uang,” kata Raden lagi.
Kendati demikian, saat ini persoalannya di AS adalah bagaimana politik di parlemennya, antara pandangan Partai Republik dan Partai Demokrat. Walaupun pada akhirnya, kata Raden mereka akan sama-sama setuju untuk menerbitkan surat utang lagi, untuk membayar utang itu.
Sehingga, persoalan utang di AS, dari kacamata Raden hanya persoalan political will saja. Dan isu ini akan terus berkembang hingga akan masuk ke pemilihan Presiden AS di tahun depan.
Pasar Keuangan RI dan Bank Indonesia Aman?
Raden menjelaskan, dampak langsung persoalan AS gagal bayar utang ke pasar keuangan tanah air tidak akan signifikan. Sebab, eksposur bank-bank di dalam negeri terhadap US Treasury sangat kecil.
“Saya belum pernah lihat bank-bank di dalam negeri mereka punya surat utang AS. Demikian juga di asuransi dan dana pensiun Indonesia. Meskipun default, dampak ke perusahaan-perusahaan keuangan di dalam negeri sangat minim, kecil sekali,” jelas Raden.
Justru menurut Raden, gagalnya bayar utang AS bisa berdampak kepada likuiditas bank sentral, seperti Bank Indonesia (BI). Mengingat hampir seluruh bank sentral di dunia memegang surat utang AS.
Raden menyebut, China bahkan memegang surat utang AS sampai US$ 800 triliun, Jepang US$ 1,1 triliun.
“Sementara Bank Indonesia, saya tidak tahu, mungkin ada US$ 10 sampai 30 miliar. Dampaknya, hanya penundaan pembayaran utang. Akan ada dampaknya ke central bank dan perusahaan-perusahaan keuangan,” tutur Raden.
Baca : Bos BSI Beberkan Rahasia Labanya Moncer, Gara- Gara Ini
Pasar Keuangan RI dan Bank Indonesia Aman?
Raden menjelaskan, dampak langsung persoalan AS gagal bayar utang ke pasar keuangan tanah air tidak akan signifikan. Sebab, eksposur bank-bank di dalam negeri terhadap US Treasury sangat kecil.
“Saya belum pernah lihat bank-bank di dalam negeri mereka punya surat utang AS. Demikian juga di asuransi dan dana pensiun Indonesia. Meskipun default, dampak ke perusahaan-perusahaan keuangan di dalam negeri sangat minim, kecil sekali,” jelas Raden.
Justru menurut Raden, gagalnya bayar utang AS bisa berdampak kepada likuiditas bank sentral, seperti Bank Indonesia (BI). Mengingat hampir seluruh bank sentral di dunia memegang surat utang AS.
Raden menyebut, China bahkan memegang surat utang AS sampai US$ 800 triliun, Jepang US$ 1,1 triliun.
“Sementara Bank Indonesia, saya tidak tahu, mungkin ada US$ 10 sampai 30 miliar. Dampaknya, hanya penundaan pembayaran utang. Akan ada dampaknya ke central bank dan perusahaan-perusahaan keuangan,” tutur Raden.